Menyelami Lumpur Sosial: Kajian Getir atas Akar Penyakit Masyarakat.

Literasirakyak.comBab I, Penyakit sosial bukan sekadar anomali moral, ia adalah jeritan sunyi dari struktur masyarakat yang timpang.

Artikel ini merupakan hasil observasi lapangan dan pendekatan etnografis yang berlangsung selama tiga tahun, berfokus pada fenomena perempuan yang terjerembab ke dalam pusaran relasi transaksional tubuh.

Melalui pendekatan jurnalisme investigasi dan refleksi filosofis, kajian ini berupaya menelisik akar ekonomi, struktural, dan budaya dari penyakit sosial sebagai gejala kronik bangsa yang diam-diam membusuk dari dalam.

 

Pendahuluan: Getir yang Tak Tercatat.

Dalam denyut nadi tidak hanya di kota yang tak pernah tidur, di sela senyap gairah malam yang mulai merambau di pedesaan, ada kisah yang tak tertulis.

Kisah perempuan yang bukan penjahat, bukan pula korban dalam dikotomi hitam-putih, tetapi jiwa-jiwa yang dihantam badai dan tetap memilih untuk berdiri.

Menyelami Lumpur Sosial: Kajian Getir atas Akar Penyakit Masyarakat. (Foto hanya pemanis)

Penyakit sosial masyarakat, dalam narasi populer, sering dicap sebagai degradasi moral belaka. Namun benarkah sesederhana itu?

Pernyataan Bung Karno, “Surga terletak di antara gubuk si miskin,” menjadi kompas moral penulis dalam menelusuri realitas getir yang tak tuntas dibicarakan di ruang akademik maupun forum keagamaan.

Maka dari itu, tulisan ini adalah bentuk upaya menyelam, bukan sekadar menatap dari permukaan.

 

Metodologi: Menyulam Realitas dalam Sunyi

Dengan pendekatan kualitatif dan observasi partisipatif, penulis melakukan wawancara mendalam dengan 27 narasumber perempuan dari berbagai usia dan latar sosial.

Menyelami Lumpur Sosial: Kajian Getir atas Akar Penyakit Masyarakat. (Foto hanya pemanis)

Mereka adalah yang terlibat dalam praktik relasi transaksional seksual pasca-krisis rumah tangga.

 

Data diperoleh melalui metode snowball sampling dan observasi langsung selama tiga tahun, serta dikaji dalam kerangka teori struktural fungsional dan feminisme marjinal.

Infromasi: Snowball sampling, atau pengambilan sampel bola salju, adalah metode pengambilan sampel non-probabilitas di mana peserta yang ada merekomendasikan peserta lain untuk menjadi bagian dari penelitian.

Proses ini menciptakan jaringan rujukan yang berantai, sehingga peneliti dapat mengakses populasi yang sulit dijangkau atau tersembunyi.

Hasil dan Pembahasan: Kubangan yang Dianggap Pilihan

Mayoritas responden menyatakan bahwa motivasi utama mereka bukanlah pelampiasan hasrat, melainkan urusan perut dan penghidupan.

Ekonomi menjadi palu godam yang membengkokkan martabat, Dldi saat pilihan menyempit dan pintu-pintu legal tertutup karena pendidikan rendah dan status janda, tubuh menjadi satu-satunya “aset” tersisa yang dapat diuangkan.

 

Beberapa responden adalah ibu tunggal, yang mengurus anak tanpa bantuan nafkah dari mantan suami. Seorang di antaranya berkata lirih, “namanya mantan memang ada bekasnya dan bisa lepas dari tanggung jawabnya, namun seorang nak tidak ada bekasnya, tapi mana tanggaung jawab mereka.”

Relasi kuasa yang timpang tampak dalam bagaimana laki-laki pengguna jasa tidak sekadar membeli waktu, tapi kerap juga memperdagangkan hina.

Perempuan dalam posisi ini menjadi bancakan birahi, namun juga simbol dari sistem sosial yang gagal mengayomi.

 

Analisis Sosio-Kultural: Di Mana Negara, Di Mana Masyarakat?

Fenomena ini bukan sekadar akibat dari moralitas individu, melainkan cerminan dari kegagalan struktural seperti kebijakan jaminan sosial yang minim.

Menyelami Lumpur Sosial: Kajian Getir atas Akar Penyakit Masyarakat. (Foto hanya pemanis)

Budaya patriarki yang menganggap pengasuhan anak sebagai urusan perempuan semata, serta stigma terhadap perempuan cerai sebagai aib.

Negara absen dalam banyak sudut ini. Perlindungan sosial bersyarat terlalu sempit dan diskriminatif.

 

Di sisi lain, masyarakat terlalu cepat menghakimi tanpa memahami sebab-musabab yang melatarinya. Pendidikan moral dibicarakan.

Tetapi realitas ekonomi dan trauma tidak pernah benar-benar didengar hingga menjadi kepedulian terhadap semasa dalam budaya gotongroyong.

Menyelami Lumpur Sosial: Kajian Getir atas Akar Penyakit Masyarakat. (Foto hanya pemanis)

Penutup: Luka yang Tidak Dilihat

Penyakit sosial adalah luka kolektif, bukan dosa individual semata. Mereka yang hari ini dicap hina oleh lidah masyarakat, sejatinya sedang menanggung beban yang dipikul oleh sistem yang gagal.

 

Tidak ada yang benar-benar memilih jalan kelam jika terang masih bisa ditempuh.

Saat kita berseru tentang kebangkitan bangsa, barangkali kita perlu bertanya, siapa yang tertinggal di lorong-lorong senyap itu? Dan siapa yang selama ini menutup mata atas luka mereka?***

“Penulis: Ra Dien.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *