Literasirakyat.com – Di tengah dunia yang semakin cepat dan kompetitif, banyak orang mengejar kepintaran, gelar, dan pengakuan.
Tapi bagi urang Sunda, hidup tidak hanya tentang siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling bisa ngalampahkeun kahadean. menjalani hidup dengan laku yang baik.
“Hirup moal salamet ku pangarti hungkul, tapi ku hade lampah jeung santun laku.” Hidup tidak akan selamat hanya dengan kepintaran, tapi dengan perilaku baik dan kesantunan.

Kepintaran bisa membuka jalan, tapi attitude dan tata krama yang akan membuat kita diterima di mana pun kita berada.
Budaya Sunda mengajarkan bahwa menghormati semua kalangan, tanpa pandang status, adalah bentuk luhur dari kepribadian.
“Ka nu kacida, ulah salempang hayang dipikaresep. Ka nu leutik, ulah dihinakeun.” Kepada yang berada, jangan berlebihan mencari perhatian. Kepada yang kecil, jangan direndahkan.

Inilah inti dari silih asih (saling menyayangi) dan silih asuh (saling membimbing).
Bergaul dengan yang bijak tanpa minder, dan mendampingi yang belum mengerti tanpa merasa lebih tinggi.
Itulah bentuk keadaban sosial yang dijunjung tinggi dalam budaya Sunda.
“Pinter penting, tapi laku hade leuwih mulya.” Pintar itu penting, tapi perilaku baik lebih mulia.

Ketika kita tidak menyembah-nyembah yang kaya (teu nyarembah ka nu luhur) dan tidak menginjak yang lemah (teu nyirikeun ka nu handap), di sanalah kita jadi manusia yang benar-benar berharga.
Kita bisa nyambung bicara dengan yang cerdas, dan kita juga punya niat untuk mencerdaskan yang belum tahu.
Itulah bentuk kepemimpinan yang sejati, bukan hanya pintar, tapi juga manusa nu ngalaman jeung nyampurnakeun diri.

Budaya Sunda tidak hanya hidup dalam pakaian adat atau upacara, tapi juga dalam nilai-nilai yang kita jalani setiap hari.
Mari jadi pribadi yang bukan hanya pintar otak, tapi juga luhur budi. Ngarasa, mikanyaah, jeung ngajaga sasama. Itulah Sunda nu sajati.***